Sabtu, 11 Maret 2017

Dini Hari yang Menyedihkan






Sebelum tidur, saya ingin menulis atau menceritakan sesuatu kepada Anda. Mohon bacalah dengan seksama.

Saya sedih dengan perilaku saya sendiri. Saya tidak bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Seperti teman-teman saya. Seperti orang-orang yang dekat dengan saya. Mereka bisa memanfaatkan waktu mereka dengan kegiatan-kegiatan menyenangkan dan tentu memiliki esensi untuk mendapatkan nilai kehidupan yang lebih agung. Lebih luhur tinimbang dengan kegiatan-kegiatan yang sering kali saya lakukan.

Kadang saya merasa bosan atas semua yang telah saya kerjakan. Meski pada akhirnya saya tahu kalau saya tidak pernah mengerjakan apa-apa. Sering kali saya mendapatkan masa di mana saya berpikir dan menyesali atas semua tingkah dan tindak saya dalam menjalani hidup. Dan sering kali sebaliknya, saya merasa kalau semua yang saya kerjakan adalah sesuatu yang baik bahkan lebih dari yang dilakukan orang lain.

Dilihat dari itu, saya merasa terlahir sebagai manusia adalah sebuah bencana yang luar biasa dahsyatnya. Apa lagi setelah tumbuh menjadi manusia dewasa. Tumbuh menjadi seorang manusia dewasa membuat hidup serasa hanya menawarkan luka-luka. Dalam bentuk apapun. Pendidikan, asmara, kehidupan sosial, agama, ekonomi, dan lain sebagainya kadang menjadi tanggungan yang begitu berat. Dan hal-hal itu membuat manusia, yang dalam hal ini adalah diri saya pribadi, menyesali sebuah kelahiran yang bagi sebagian orang adalah nikmat tiada tara.

Saya tidak mengerti apakah menjadi ada dan lahir ke dunia adalah benar-benar sebuah kenikmatan atau justru malah sebaliknya. Betapa masalah demi masalah, persoalan demi persoalan, datang bagai hujan yang deras sekali. Sedangkan saya dan Anda tidak memiliki rumah bahkan payung untuk menahan basah dan dinginnya. Membuat kita menjadi gigil kedinginan. Dan lambat laun, terkapar menjadi beku bagai es.

Saya tidak pernah benar-benar meyakini kalau lahir ke dunia adalah sebuah kenikmatan. Bahkan saat tidak ada sesuatu yang saya kerjakan tapi menuntut sebuah bayaran dari mana dan siapa saja. Mungkin dari orang tua. Tapi orang tua, sialnya, mereka tidak mendapatkan apa-apa dari anaknya. Tapi apakah orang tua menganggap itu sebagai beban? Jelas mereka akan menganggap itu sebagai sebuah beban. Mereka hanya tidak pernah mengatakannya.

Tentang predikat saya sebagai pelajar, misalnya. Apakah menjadi seorang mahasiswa adalah sesuatu yang berharga hanya karena tidak semua orang bisa mendapatkannya? Apakah segala sesuatu yang berharga adalah sesuatu yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang? Apakah sesuatu yang berharga bisa disimpulkan sesederhana itu? Kalau memang seperti itu, kenapa di antara kami, setelah lulus dan menjadi sarjana masih banyak yang menganggur bagai orang yang tak berharga? Bukankah mereka telah mendapatkan sesuatu yang tidak semua orang bisa dapatkan?

Saya sedih dan kesal karena telah menjadi saya.

Sebagai seorang mahasiswa, seharusnya banyak sekali yang akan saya kerjakan. Mungkin tidak ada waktu bagi saya untuk berleha. Waktu saya habis untuk mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh setiap dosen dari setiap mata kuliah. Dan bahkan, mungkin, saya tidak memiliki waktu untuk menulis ini. Tapi nyatanya, banyak sekali waktu yang saya lewatkan begitu saja. Mendengarkan musik yang tidak berujung pada kebaikan masa depan saya, menonton film yang tidak menghidupi pertumbuhan ekonomi saya, dan masih banyak lainnya.

Saya tidak bisa melakukan seperti hal-hal yang dilakukan oleh Anda. Menulis status yang menandakan kalau saya sedang mengerjakan tugas, membuat story instagram yang membuktikan kalau saya sedang mengerjakan tugas, dan memosting gambar sebuah laptop dan tumpukan buku-buku yang membuktikan kalau saya benar-benar sedang mengerjakan tugas. Saya tidak bisa melakukan itu semua karena saya tidak melakukannya. Saya tidak mengerjakan tugas sebagaimana seorang mahasiswa.

Saya berbeda dengan Anda, tapi tidak lebih baik. Saya menganggap apa yang saya kerjakan adalah hal-hal sepele sehingga membuat Anda tidak perlu merasa lebih hina dari pekerjaan saya. Dan hal itu juga yang membuat saya bertanya kenapa Tuhan melahirkan saya ke dunia?

Saya sedih dan kesal karena telah menjadi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan yang Sedang dalam Pelukan (Keraguan)

Kau menulis sebuah cerita sedih dan membagikannya ke lini masa dengan harap orang-orang ikut merayakan apa yang sedang kau rayakan. Tapi ...